Sang pesohor

Sang pesohor
oleh : Anhar dan Dimaz

Suatu malam di sebuah pementasan di pusat kota jakarta
“kosong?”. Tanya pesulap yang berdiri di atas pentas
“Prok, prok, prok….”. Namun apa yang terjadi ? Semua malah diam membisu.
“Kita lihat apa yang akan terjadi setelah pesulap itu menaruh sesuatu di atas topinya?”. Ungkap salah-satu penonton di sana
“Mungkin yang keluar nanti adalah berenuk”. Ucap penonton yang penasaran. Saking penasarannya, ribuan penonton teriak histeris hingga bercucuran air mata.
Kemudian ia ucapkan lagi kata-kata magis itu lagi, seolah memberi kesan mistik sehingga membuat penonton tambah histeris sekaligus peasaran, dan …………..
Akhirnya api berkobar dari dalam topi pesulap tersebut yang spontan saja membakar kedua halisnya.
Demikianlah persembahan sulap dari sang magis yang teramat kesohor. Lalu penontonpun bersorak gembira serta memberikan tepuk tangannya. Sementara sang magician menahan panas dan bau halis yang terbakar.

Bersambung………………..

Story of Sarah (Hari yang panjang bersama Dominic)

Hari yang panjang bersama Dominic
Science Fiction

Oleh : Anharudini
Jakarta – Macet panjang terjadi di ruas Jl Raya Jakarta-Bogor arah Jakarta. Kemacetan terjadi mulai dari simpangan Depok. Kendaraan bergerak perlahan. Hal ini terjadi karena penutupan jalan menuju ke arah Jl Margonda, Depok.
Pantauan detikcom, Rabu (10/11/2010), di sepanjang ruas Jl Jakarta-Bogor antrean kendaraan roda empat dan motor memang tidak bisa dihindarkan. Petugas kepolisian menutup jalan menuju Depok sejak pukul 06.00 WIB sehingga kendaraan yang biasanya melintas ke Depok melalui Jl Juanda untuk ke Jakarta terpaksa harus lurus terus menuju Kampung Rambutan, Jaktim.“Hadirin sekalian mari kita sambut presiden Amerika terpilih Tuan Barrack Obama”. Semua penonton bersorak gembira
Satu bulan sebelumnya, 10 Oktober 2010 pukul 8.30 am.
“Jepret…”. Terdengar suara kamera milik seorang gadis yang tengah asyik memotret pemandangan disebuah perkampungan yang tak jauh dari kota. Gadis itu bernama Sarah. Dia merupakan puteri dari seorang konglomerat terkaya se-Asia. Ia sedang libur disuatu daerah di kota Bogor. Sudah banyak sekali gambar yang ia ambil di tempat itu. Namun ia tak sadar telah memasuki hutan yang lumayan lebat dekat perkampungan tersebut. Setelah beberapa saat ia tersadar bahwa ia telah semakin jauh dari perkampungan dan masuk ke dalam hutan yang sangat gelap dan menyeramkan. Telinganya hanya mendengar suara-suara aneh. Seolah seperti nyanyian iblis dan terdengar menakutkan. Sayatan daun-daun hutan, serta hembusan angin sangat terasa dikulitnya. Sehingga membuat bulu kuduknya bereaksi. Sesekali terdengar hentakkan kaki yang begitu keras, seperti menyimpan kegiatan tersembunyi dalam hutan yang sunyi. Sejauh mata ia memandang hanya ada pohon-pohon besar dan tinggi menjulang. Sehingga sedikit sekali cahaya matahari yang turun dan masuk. Karena merasa tertantang, iapun terus menggerakkan kakinya dan mau dihentikan.
Tak lama kemudian dia mendenngar suara hentakkan itu lagi. Tapi ini terdengar beda dan sangat jelas. Terdengar seperti beberapa orang yang sedang melakukan sesuatu. Karena suara mereka begitu keras dan terdengar serius. Iapun menelusuri sumber suara tersebut. Sambil memegang kamera yang ia kalungkan di lehernya, ia mencari sumber suara tersebut. Dengan seksama ia mengikuti arah suara itu. Lalu kemudian ia menemukan semak belukar yang sangat tinggi membuat pandangannya terhalang. Namun suara itu semakin terdengar jelas terdengar oleh Sarah. Saat ia dekati dan ia palingkan semak itu dengan tangan kirinya……..
Ia melihat seperti tanah lapang alas rumput dan posisi tempat itu berada di bawah. Sementara gadis itu tepat berada di atas tanah lapang itu. Ia melihat banyak sekali tenda kemah dan sebuah bangunan yang tampak terlihat dari potongan-potongan kayu dan bambu dan beberapa lelaki dengan tubuh besar lengkap dengan senjata api di tangannya. Awalnya ia mengira tempat itu merupakan perkemahan militer biasa. Karena ia melihat ada beberapa orang berlari, merangkak seperti kegiatan anak-anak pramuka di sekolahan. Di sebelah lain ia melihat sebuah gambar atu foto yang ditempelkan di papan target yang sepertinya itu merupakan tempat latihan menembak. Tidak jelas memang, tapi ia tahu gambar siapa. Hanya saja ia tidak menyadarinya. Sarahpun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memotret momen yang menurutnya langka. Banyak sekali gambar yang ia ambil. Hingga seorang penjaga dalam perkemahan melihat sebuah kilatan cahaya dari arah Sarah. Penjaga itu menyadari bahwa perkemahan mereka sedang di mata-matai.
“Hey, ada kamera!”. Pria itu berteriak. Penjaga lain ikut berteriak
“Mata-mata. Ada mata-mata. Aktifkan kode merah!”.
Para pria yang menghuni perkemahan itupun berhamburan mendengar sebuah kode yang dikatakan oleh penjaga tadi.
“Konfirmasi kode, bos?”. Salah satu anggota ingin memastikan.
“Kode merah. Tak ada pertanyaan lagi. Siapkan senjata kalian!”
“Baik, bos”.
Mereka kemudian mengambil senjata dan perlengkapan masing-masing.
Melihat keadaan yang seperti itu, Sarah tak bergeming karena ia tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi? Tapi kemudian ia mendengar seorang pria berterik, yang sepertinya dia adalah bos dari orang-orang dalam kemah itu.
“Tangkap orang itu! Dan bunuh dia!”.
“Bos, sepertinya dia hanya seorang gadis kecil”.
“Aku tidak peduli. Yang aku tahu, dia telah melihat posisi kita”.
“jadi, bos?”.
“Bunuh dia”.
“Baik, bos”.
Mendengar percakapan tersebut, gadis yang masih berusia lima belas tahunan itupun langsung berlari ketakutan sambil memegang kamera di tangannya. Jarak mereka dan Sarah hanya sekitar 50 meteran saja. Hanya saja terhalang oleh pohon-pohon besar dan semak-semak yang lebat. Lima pria mengejar gadis itu dengan senjata dan tubuh yang kekar dan bisa kapan saja menghabisi gadis itu dengan mudah. Sementara Sarah terus saja berlari dan tanpa menoleh ke belakang, seolah sedang dikejar oleh binatang buas yang lapar. Sarah terbantu oleh lebatnya semak dan gelapnya hutan sehingga membuat kelima pria itu kesuliatn menemukan Sarah.
11.15 am di tempat yang lain.
Kira-kira 1,5 kilo meter dari posisi terakhir gadis itu dikejar. Seorang pria dengan tubuh yang besar sedang mengamati sesuatu. Tampak jelas dia bukan dari salah satup ria yang mengejar Sarah. Dan dia juga tidak terlihat saperti warga sekitar atau penduduk desa.
Sementara itu Johni, ajudan yang ditugaskan untuk menjaga Sarah kebingungan. Karena dia tidak melihat Sarah sejak kedatangan mereka tadi pagi. Dia tidak tahu bahwa Sarah telah masuk ke hutan. Kemudian di menanyakan kepada salah-satu penduduk desa, dia bertanya kepada seorang wanita yang sudah tua.
“Permisi, nyonya. Apa anda melihat seorang gadis kira-kira sebahu saya sambil membawa kamera di lehernya?”. Johni bertanya sambil menaruh tangannya di dadanya sendiri.
Karena wanitu itu tidak bisa berbicara, lalu dia hanya mengarahkan telunjuknya ke arah kanan Johni. Sontak Johni kaget. Karena dia hanya melihat hutan di arah kanannya. Dan itu sangat lebat dan besar dan tampak menakutkan walau dilihat dari kejauhan. Kemudian ada satu warga yang berbicara, menyela percakapan wanita tua itu dengan Johni.
“Apa anda sedang mencari seorang gadis?”
“Iya, pak. Gadis dengan kamera dan tinginya sebahu saya. Apa bapak melihatnya?”
“Iya. Terakhir saya melihatnya berdiri di sana, lalu menghilang”.
Johni terdiam. Entah apa yang dia pikirkan? Bingung, takut dan kekhawatiran bercampur di benaknya. Dan dia tidak tahu apa yang dia harus lakukan.
12.20 pm, kembali ke dalam hutan dalam hutan.
Sarah terus berlari sambil memperhatikan sekitar. Kemudin saat ia berlari dengan jantung yang berdebar dan mata terus memandang ke belakang, lalu ia menabrak sesuatu
“Brug……….. aw”. Gadis itu kesakitan. Lalu pandangannya memudar dan iapun terjatuh dan pinsan.
1.30 pm di sebuah gedung di pusat perkotaan, tengah berlangsung sebuah rapat perusahaan.
Seorang wanita berjalan memasuki ruang rapat sambil memegang map yang dia taruh di dadanya dan menghampiri pak Erik pemimpin rapat saat itu dan sekaligus pimpinan perusahaan itu.
“Pak ada telepon untuk anda di saluran tiga?”. Wanita itu berbisik di telinga pak Erik.
“Saya sedang rapat. Apa anda tidak melihatnya”
“Maaf pak, ini dari Johni. Katanya ini penting”.
Pak Erik hanya menernyitkan dahinya tanda tak peduli.
“Ini terkait Sarah, puteri bapak”.
Mendengar nama Sarah pak Erik langsung pergi meninggalkan rapatnya. Sambil berjalan dia berbincang dengan asistennya, yaitu wanita tadi.
“Ada apa dengan Sarah?”
“Saya tidak tahu, bos. Johni tidak memberitahu saya”
“Pindahkan saluran teleponnya kesaluran satu”. Pak Erik langsung masuk ke ruang kerjanya.
“Baik, pak”.
“Kring-kring-kring”. Pak Erik mengangkat telepon
“Ceritakan pa yang terjadi pada Sarah, John!”.
“Maaf ,bos. Saya kehilangan dia”.
“Apa maksudmu?”. Pak Erik menaikan nada bicaranya
“Sarah menghilang, bos”.
“Memangnya sekarang kalian ada di mana, hah?”.
“Tadi dia ingin diantarkan ke rumah neneknya di Bogor. Lalu kami pergi ke sana, bos. Dan setelah di sana, saya kehilangan dia, bos. Dan kata warga setempat, mereka tadi melihat seorang gadis masuk ke dalam hutan. Dan saya yakin, bos. Itu pasti Sarah”.
“Dasar bodoh! Tak berguna! Bruk…… Pak Erik menutup telepon dengan keras sampai terdengar keluar ruangan. Bagaikan petir yang menyambar sebuah pohon. Para pekerja di kantor itu merasakan kemarahan pak Erik. Dan jika Pak Erik sedang marahl tak ada satu pegawaipun yang berani menyapanya.
Pak Erik menyuruh asistennya menyiapkan mobil. Sambil tergesa-gesa ia turun dengan menggunakan lift. Ia memandang angka pada lift dan terasa begitu lama. Setelah keluar dari lift, ia langsung menyuruh asistennya yang lain untuk memberitahukan kepada peserta rapat, bahwa rapat ditunda dan ia langsung menuju mobil yang sudah menunggunya di depan kantor. Iapun masuk ke dalam mobil dengan wajah yang penuh kemarahan sekaligus kekhawatiran.
“ke mana kita, bos”.
“Bogor”. Merekapun langsung meluncur dari halaman kantor menuju Bogor.
3.00 pm. Sementara itu Johni meminta bantuan kepada para warga yang ada di kampong tersebut untuk mencari Sarah. Johni dan para wargapun beramai-ramai masuk ke dalam hutan untuk mencari gadis itu. Sebagai catatan, sebelumnya para warga di kampong tersebut belum pernah ada lagi yang berani masuk ke dalam hutan tersebut. Setidaknya semenjak 10 tahun terakhir. Karena menurut kepercayaan warga setempat, hutan tersebut telah dikutuk.
Merekapun berteriak memanggil satu nama
“Sarah………….!
“Di mana kamu?”. Sarah ………….!”
4.15 pm. “Tin, tin……….”. suara klakson mobil dan motor terdengar di mana-mana. Terlihat sangat jelas dari raut wajah pak Erik kegundahan yang menyelimuti dirinya. Dia sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang hilang masuk ke dalam hutan. Tapi di sisi lain, dia tidak bisa melakukan apa-apa karena terjebak macet yang sangat panjang diperjalanan.
Hari mulai gelap. Johni dan para warga masih terus mecari dan terus berteriak
“Sarah………..!”.
Jauh masuk ke dalam hutan. Sarah terbangun dan tersadar dari pinsannya setelah hampir enam jam ia tertidur. Hangat yang ia rasakan karena diselimuti dengan kain tebal serta api yang menyala di sampingnya. Lalu seorang pria menyapanya
“Hey nona manis. Sudah bangun dari tidur panjangnya, ya?”. Dengan wajah tersenyum pria itu menawarkan secangkir cokelat panas pada Sarah. Tapi gadis itu merasa bingung dan takut.
“Siapa kau! Pergi! Jangan sakiti aku! Tolong jangan bunuh aku…”. Sarah merengek dan memohon
“Membunuh? Tenang gadis manis, aku tidak akan membunuhmu. Lagi pula, jika aku mau membunuhmu, kenapa aku tidak melakukannya dari tadi”.
“Lalu kenapa kau menangkapku?”
“Apa aku mengikat tanganmu? Atau menutup mulutmu dengan lakban?
“Lalu?”. Gadi itu bertanya lagi sambil meleguk teh panas yang diberi oleh pria itu.
“Aku hanya melihatmu tergeletak di sana tadi. Karena aku merasa kasihan, lantas aku membawamu ke sini. Lalu, apa yang dilakukan gadis kecil di hutan ini?”. Pria itu berbalik nanya.
Awalnya Sarah enggan untuk menceritakan apa yang terjadi padanya di hutan ini. Namun pada akhirnya ia mau menceritakannya karena merasa aman dan nyaman dengan keberadaan pria yang bernama Dominic itu. Perlahan Sarah menceritakan semuanya kepada Domonic.
“6.15 pm. Hari semakin gelap dan pencarian sepertinya tidak bisa diteruskan. Warga menganggap, jika pencarian diteruskan maka hanya akan menambah masalah. Selain dari pada itu, mereka tidak membawa persiapan apa-apa untuk pencarian di malam hari. Akhirnya Johni dan warga kembali ke desa untuk mengistirahatkan badan dan pikiran serta menyusun rencana untuk besok. Kemudian Johni menghubungi pak Erik yang masih terjebak macet.
“Kring…………….”. telepon bordering di saku pak Erik.
“ Ya”
“Bos, kami menghentikan pencarian”
“Apa! Apa yang kalian pikirkan, hah? Anak saya sendirian di hutan, kedinginan. Mungkin juga dia merasa lapar. Apa yang kalian lakukan! Apa yang kau lakukan, John!”
“Maaf, bos. Ini semua salah saya. Dan kami hanya mengistirahatkan badan. Selain itu, langit sudah gelap. Tapi kami janji Sarah, puteri bos pasti akan cepat ditemukan.
7.15 pm. Saat Dominic dan Sarah berbincang dan tampaknya mereka sudah sudah mulai akrab. Tiba-tiba keduanya mendengar suara seperti ranting yang terinjak. Kemudian Dominic bergegas memadamkan api dan memasukkan semua barang ke dalam tasnya. Dominic menggandeng dan membekap Sarah agar tak bersuara. Lalu mereka berdua bersembunyi di antara pohon yang besar dan semak-semak. Sedikitpun mereka tak bersuara. Tak lama para pria yang mengejar Sarah datang dan melewati mereka berdua. Para pria itu lewat tepat di samping mereka. Namun karena gelapnya hutan, Dominc dan Sarah sama sekali tak terlihat.
Jantung Sarah berdetak sangat kencang, terasa oleh Dominic yang menjaganya. Karena mereka saling berdekapan. Dominic melihat wajah yang sangat ketakutan dari wajah Sarah. Lalu Dominic mengisyaratkan untuk tidak panik dan bersuara. Mereka melihat setidaknya ada lima pria lengkap dengan senjata.
Sementara Sarah sangat ketakutan. Dominic mencoba memperhatikan kelima pria bersenjata itu dengan seksama. Tiba-tiba……….
“………..Hassyim”. Sarah tidak sengaja bersin.
Dan kelima pria yang sudah melewati merekapun terhenti langkahnya mendengar suara tersebut.
“Berhenti!” Teriak salah satu dari pria itu sangat keras. “Semua menyebar, sepertinya gadis itu ada di sini”.
Di saat yang bersamaan Dominic merasa bingung sambil menatap Sarah yang menutup mulutnya dengan tangannya sendiri
“Apa yang kau lakukan?”. Dominic berbisik. Akhirnya mereka berdua mencoba menghindar dari kejaran kelima pria itu.
Terlihat mereka seperti dua kelompok yang sedang melakukan permainan petakumpet. Hanya saja, petak umpet pada saat itu hadiahnya kematian. Perlahan satu dari kelima pria bersenjata itupun berhasil dilumpuhkan oleh Dominic. Dominic memegang tangan Sarah dan mengendap-ngendap di semak-semak.
Salah-satu dari kelima pria itu menemukan mayat yang tergeletak,
“Bos, satu anggota kita mati!”.
“Biarkan. Cari saja gadis itu”.
“Bos, satu lagi orang kita mati”.
“Apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Dan siapa sebenarnya gadis yang kita kejar ini?
Akhirnya pria yang menemukan mayat yang dibunuh oleh Dominic, mati juga. Hingga tersisa dua orang saja.
Namun karena Dominic dan Sarah tergesa-gesa, mereka menjatuhkan tas yang digendong oleh Dominic.
Tiga dari kelima penjahat itu telah mati. Tak sengaja dua orang tersisa itu menemukan tas yang dijatuhkn oleh Dominic.
“Ivan. Periksa tas itu!”
“Baik, bos”. Saat Ivan membuka tas tersebut, Ivan menemukan sebuah paspor atas nama Dominic, warga Amerika Serikat dan terlihat bukan seperti orang biasa.
“Bos, sepertinya gadis itu tidak sendiri”.
“Maksudmu?”
“Lihat ini, bos”
“Sial. Sepertinya kita mendapat masalah besar”. Akhirnya pria yang dipanggil bos itu menyuruh Ivan untuk kembali ke kemah dan melapor kepada bos besar.
“Ivan, kau kembali k kemah. Ceritakan apa yang sedang terjadi di sisni”.
“baik, bos”.
“Sementara aku akan memburu kedua orang itu terlebih dahulu”. Ivanpun kembali ke kemah.
Sementara itu diwaktu yang hamper bersamaan Dominic dan Sarah sudah menjauh dari orang-orang jahat itu.
9.30 pm di kemah penjahat. Ivan langsung menemui bos besar
“Kenapa kau datang sendiri dan terengah-engah, mana yang lain?”
“Mereka semua mati, bos”.
“Maksudmu?”.
“Tampaknya kita tak sendiri, bos. Gadis itu bersama seorang pria dan membunuh semuanya”. Ivan menyerahkan tas yang dibawanya sejak tadi. Lalu bos besar memeriksanya.
“Ivan?”
“Iya, bos”.
“Siapkan senjata. Semuanya, kita beraksi malam ini. Sebelum kita membunuh presiden yang akan datang nanti, kita bunuh kedua orang ini terlebh dahulu. Anggap ini sebagai pembuka. Hahahaha”. Lalu semuanya tertawa
Dominic dan Sarah berhenti sejenak untuk bernafas, karena merasa capek.
“Hey, kira-kira jumlah orang-orang itu ada berapa semuanya?”.
“Saat aku melihat mereka di kemah kemarin, kira-kira sekitar lima belasan orang”.
“Kau yakin?”
“Iya”. Sarah menanggukkan kepala
“Bagus. Berarti, sekarang mereka tinggal sebelas orang. Dan setidaknya kita telah menjauh dari mereka”. Akhirnya mereka berdua istirihat. Saat keduanya mulai terlelap, Sarah merasakan sesuatu yang bergerak melalui perutnya. Saat ia membuka mata dan melihat. Ternyata ular melintas tepat di atas perutnya. Perlahan ia menggerakan tangannya untuk meraih tubuh Dominic yang sudah tertidur lelap di sampingnya.
“Dom, Dominic. Bangun”. Sarah berbisik.
Mendengar suara Sarah, Dominic bangun. Namun apa yang dia lakukan? Dia malah mengerjai Sarah dengan membiarkan ular tersebut bergerak di atas perut Sarah. Wajah Sarah terlihat semakin pucat dan memerah. Akhirnya Dominic mengangkat ular besar itu, lalu kemudian memainkannya seolah tak ada apa-apa. Sarah marah sambil memukul-mukul Dominic,
“Dasar kau pria besar. Tak tahu pa aku takut sekali”. Sarah marah sambil menjulurkan bibirnya yang merah
“Tenang gadis manis, ular ini tidak berbahaya. Dia tidak berbisa”.
“Tapi, bisa saja dia memakanku”.
“hahaha………..”. Dominic tertawa begiu lepas dan puas. “Ular ini tidak akan memakanmu. Karena dagingmu pahit”. Kemudian Dominic tertawa lagi.
Setelah ular itu dijinakan, mereka berdua kembali tidur serta membiarkan ular itu tidur di samping mereka. Sementara Sarah merasa cemas dan risi dengan keberadaan ular itu.
5. 05 am. Johni dan para warga kembali bergerak masuk ke hutan dengan persiapan yang lebih baik.
Di sisi lain, pak Erik ayah Sarah baru saja tiba di kota Bogor menggunakan angkutan umum. Karena mobil mobil yang dikendarainyai mogok. Kemudian dia langsung bergegas ke rumah ibunya. Yaitu neneknya Sarah.
Pencarian pada hari itu tidak hanya melibatkan Johni dan para warga saja. Melainkan aparat keamanan, polisi, serta orang-orang besar dikemiliteran kenalan pak Erikpun ikut terlibat.
6. 30 am. Sarah terbangun karena menghirup aroma sedap dari sesuatu yang dipanggang oleh Dominic. Kemudian Sarah duduk tenang di samping Dominic. Sejenak ia melupakan kepenatan yang ada. Sambil memperhatikan Dominic yang sedang memanggang sesuatu, ia hirup udara hutan yang begitu segar dan tenang. Dominic menyapa…..
“Selamat pagi nyonya kecil”. Dominic memulai percakapan. Sarah tersenyum. “Nyonya merasa lapar?”.
“Saya sangat lapar. Apa menu special hari ini, pelayan?”. Sarah meladeni Dominic. Sementara Dominic mengernyitkan dahinya.
“Menu spesial hari ini,,,,,,,,”. Dominic berpikir sejenak “Sangat spesial. Nyonya tinggal duduk manis dan nikmati saja”.
“Baik. Saya tidak sabar”. Setelah beberapa saat, sesuatu yang dipanggang oleh Dominic matang. Sarah sangat bersemangat. Dominic menyajikan makanan tersebut di atas selembar daun yang dia ambil di hutan. Entah daun apa. Mereka berduapun makan. Terlihat Sarah sangat lapar dan lahap sekali. Sampai jemarinyapun ikut ia makan sampai bersih. Setelah selesai makan, mereka bergegas meninggalkan tempat itu.
Diperjalanan Dominic terus tersenyum sambil menutup bibirnya dengan telapak tangan membuat Sarah bingung karena tak mengerti sekaligus curiga.
“Ada apa, Dom?”. Tanya Sarah
“Tidak ada apa-apa”.
“Lalu kau tersenyum terus dari tadi untuk apa? Ada yang lucu dengan diriku?”
“Aku hanya tersenyum. Sarah?”. Dominic berbalik Tanya
“Iya”. Sahut Sarah.
“Kau tahu ular besar semalam sekarang ada di mana?”
“Tak tahu”
“Ular semalam yang hampir melingkarimu itu sekarang sudah berada di dalam perutmu”
Sarah mengernyitkan dahinya karena tak mengerti. Sejenak ia berpikir, lalu kemudian ia sadar “Apa? Jadi makanan yang kita makan tadi pagi itu ular semalam!”. Seru Sarah. Ia sangat marah sekaligus merasa mual dan mencoba mengeluarkan makanan itu dari perutnya dengan perasaan kesal.
“Awas kau, Dom!”. Sarah mengancam.
Sementara Dominic merasa puas dan tertawa sangat lepas karena telah mengerjai Sarah. Tiba-tiba,,,,,,,,
“Jeder………..!” Lesatan peluru menghempas dan hampir mengenai bagian kuping Dominic dan terlihat sangat jelas oleh Sarah. Kali ini mereka berdua sangat tidak beruntung. Karena telah dikepung dari segala arah dan tersudut oleh pohon yang besar di belakang Dominic dan Sarah. Akhirnya mereka digiring kembali ke kemah yang lain dengan kedua tangan yang diikat. Para penjahat yang berjumlah sebelas orang itu tak sedikitpun memberi ruang kepada mereka berdua. Sesampainya di kemah, keduanya dibekap dan diikatkan di masing-masing tiang. Lebih tepatnya pohon besar yang sudah mereka gunduli sebelumnya. Lalu mereka berdua menjadi objek sasaran untuk latihan menembak.
9. 15 am. Di sisi lain di bagian hutan. Tim densus 88 yang dikimandoi oleh ……………… masuk ke dalam hutan melewati jalur yang berbeda. Tim densus 88 anti teror telah mengendus jejak-jejak teroris yang telah telah masuk ke Indonesia dan mendirikan sebuah camp latihan di hutan tersebut. Serta isu bahwa presiden Barack Obama akan dibunuh jika datang ke Indonesia nanti.
Sementara Johni serta para pencari belum menemukan adanya tanda-tanda mengenai keberadan Sarah. Pak Erik tidak tenang melihat putrinya yang belum juga ditemukan. Akhirnya pak Erikpun ikut masuk ke dalam hutan ditemani oleh ajudannya.
11. 30 am. Kembali ke kemah 2. Saat matahari terik dan memanggang Dominic dan Sarah, bos besar menghampiri Dominic.
“semuanya!”. Bos besar itu berteriak “mari kita bermain sebuah permainan sederhana”. Satu anak buah bertanya
“permainan apa, bos?”
“Kita sebut saja permainannya dengan siapa lambat, kita tembak apel yang di taruh di atas kepala di salah-satu mereka’.
“aturannya, bos?”
“Aturannya mudah. Kalian hanya menjawab sebuah pertanyaan, dan yang tercepat dia yang menang. Sementara yang kalah, akan di taruh di kepalanya apel ini. Jika pelurunya mengenai apel, beruntunglah dia. Tapi jika tidak? Bos besar memiringkan bibir dan halisnya.
“Ivan?”. Bos besar memanggil
“iya, bos”
“Siapkan senjata laras panjang. Kau yang menjadi algojonya”.
“dengan senang hati, bos”.
“Jangan kecewakan aku, Ivan”
“Siap, bos”.
“Untuk kalian berdua berdoalah, karena di antara kami Ivan merupakan penembak yang paling buruk. Hahahaha..”. dia tertawa sangat lepas sambil berjalan menuju kursi yang berada tidak jauh dari Dominic.
Sambil duduk santai dan memakan buah anggur yang segar. Sementara Sarah hanya menyaksikan dan membuat ia menelan air liurnya sendiri.
“Siapa di antara kalian yang ingin terlebih dahulu mati”. Pria itu memulai permainan.
Dominic dan Sarah tak bergeming dengan pertanyaan itu dan acuh.
“Baik. Saya tahu, kalian tidak mungkin tega membiarkan salah satu dari kalian mati di sini. Benarkan?”. Para anak buah tertawa
“Baiklah. Ivan tembak pria itu, siapa namanya?”
“Domonic, bos”
“Ya, tembak dia”
“Saya tidak bisa menembak pria itu, bos”. Seru Ivan menolak perintah bos besar.
“Kenapa tidak bisa? Coba jelaskan padaku, Ivan”.
“Coba lihat mulut mereka, bos. Mulut mereka ditutup dengan lakban. Bagaimana mereka bisa menjawabnya, bos. Sepertinya permianan harus diulangi”.
“kau benar, Ivan. Saya suka sekali denganmu, Ivan. Tidak salah aku memilihmu dalam tugas ini”. Kemudian mereka berdua tertawa. Tak lama lakban yang membumkan lakban Dominic dan Sarahpun dibuka oleh salah-satu dari mereka.
Kemudian pertanyaan yang sama diulangi oleh penjahat itu. Namun, keduanya tetap saja diam.
“Ivan, bagaimana menurutmu?”. Bos bertanya kepada Ivan
“Aku akan membunuh gadis itu terlebih dahulu, bos. Kemudian baru pria itu. Bagaimana menurutmu, bos?”. Ivan balik menanya
“Terserah padamu saja, Ivan. Kaulah juri dari permainan ini”.
Mendengar percakapan penjahat itu, dominic dan Sarah saling menatap. Tampak terlihat jelas oleh Dominic raut wajah sarah yang ketakutan. Ia memohon kepada Dominic.
“Tolong, Dom. Lakukan sesuatu. Aku tak mau mati di sini. Aku memiliki ayah yang sangat sayang padaku”.
Ivan mengarahkan senjata laras panjangnya ke kepala Sarah. Terlihat buah apel yang berada di atas kepala Sarah bergetar tak stabil. Kemudian saat Ivan hendak menarik pelatuk pistolnya,
“Henikan!”. Dominic berteriak. ‘Kau boleh membunuh aku terlebih dahulu”.
Mendengar Dominic berteriak, Ivan menghentikan telunjuk tangannya yang hampir saja membunuh Sarah. Sarah melepaskan nafasnya yang sempat ia tahan selama beberapa saat lalu perlahan ia membuka matanya “Huh…..”. Sarah lega.
Tapi Dominic berkata lagi
“Tapi jika kalian membunuh aku, kau tidak akan mendapat apa-apa dari dia. Lihatlah dia hanya gadis kecil tak berguna. Coba lihat aku, badanku besar. Kalian bisa memanfaatkan otot-ototku. Jadi, lebih baik kau bunuh saja gadis itu”. Seru Dominic
“Apa yang kau lakukan, Dom? Apa kau gila, hah?”. Sarah bingung dengan Dominic. Tapi Dominic tak menghiraukan Sarah. Lalu terjadi saling adu mulut dan saling tunjuk-menunjuk antara Dominic dan Sarah.
“Tidak. Ayahku orang paling kaya di negeri ini. Kalian bisa meminta apa saja dari dia. Jadi, bunuh saja pria itu. Seharusnya kau malu”. Sarah menatap Dominic dengan tajam.
“Aku yakin kalian bukan penjahat rendahan yang hanya memikirkan uang. Satu tambahan lagi dariku, aku seorang ahli senjata dari kesatuanku dulu. Jadi, bunuh saja gadis itu”.
“Tidak bunuh saja dia”. Seru Sarah
“Ya, bunuh saja dia”. Dominic membalas.
“Apa?” Sarah mengernyitkan dahinya
“ Hentikan ocehan kalian”. Penjahat itu berteriak dan tampak marah. Sementara Dominic dan Sarah terus saja berbicara ”Bunuh saja dia, bunuh saja dia”, seolah tak menghiraukan. Lalu …..
“Jeder………..”. penjahat itu melepaskan senjatanya ke langit. Akhirnya keduanyapun berhenti mengoceh. Keadaanpun menjadi hening sekaligus tegang dan penuh dengan keringat yang terlihat di wajah Dominic dan sarah.
Tak disangka suara lesatan pistol tersebut, terdengar oleh tim densus 88 serta menjadi petunjuk . kemudian mereka mengarah menuju sumber suara tersebut.
“Aku bosnya di sini.jadi aku yang berhak menutuskan siapa yang hidup dan mati. Ivan, Xander, bunuh mereka berdua”. Tegas bos “Aku sudah muak melihat wajah mereka”.
Ivan dan Xanderpun mengarahkan pistolnya kearah Johni dan Dominic. Dan …….
“Bug-bug…”. Terdengar suara peluru yang diredam. Sontak para penjahat itu kaget. Karena yang mati bukan Dominic dan Sarah. Tapi malah temannya sendiri Ivan dan Xander.
“Apa yang sedang terjadi?”. Para penjahat bingung. Mereka tinggal sisa tujuh orang dan masing-masing dari mereka siaga dengan senjatanya. Tapi mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Bug.” Satu lagi kawanan mereka yang terkapar.
“Siapa kalian? jika kalian berani, tunjukan diri kalian? penjahat itu berteriak
Kemudian terdengar dari selah pepohonan dan semak-semak suara yang menggunakan pengeras suara.
“Sebaiknya kalian menyerah. Jumlah kalian hanya enam orang. Kami beri kalian waktu enam puluh detik untuk menyerahkan diri kalian. tak ada negosiasi. Jadi, menyerahlah”. Para penjahat itu saling terjaga di dalam kemah yang terbuat dari kayu dan potongan bamboo yang mereka buat sendiri.
Sementara itu, diwaktu yang bersamaan Dominic dan Sarah mencoba melepaskan tali yang mengikat mereka pada sebuah pohon.
3. 00 pm. Kembali ke Johni.
“Jam berapa sekarang?”. Tanya seorang warga kepada Johni
“Jam tiga pas”. Dia dan yang lainnya terus mencari gadis itu. Yang sejauh mereka pikir, tidak ada hasil. Mereka hanya melihat sebuah kemah dan bekas api unggun yang masih hangat. Tapi mereka tidak menyadari, sebenarnya mereka sudah hampir dekat dengan Sarah
Sementara ayah Sarah dalam hatinya terus merasa khawatir tentang keberadaan anaknya. Serta tak henti-henti berteriak memanggil satu nama. Wajar saja karena Sarah ia asuh sejak dari kecil dan hubungan mereka sangat dekat. Karena Juli, ibu Sarah telah meninggal sejak Sarah berumur ia dua tahun. “Sarah? Di mana kamu, nak? Ayah rindu padamu.” Begitu terus menerus.
Di saat bersamaan waktu enam puluh detik yang diberikan kepada para terorois itu telah habis.
“Ini peringatan terakhir. Jika kalian tidak keluar dan menyerahkan diri dan membungkukkan diri kalian , maka kami akan membumihanguskan tempat ini”. Seru salah satu dri tim densus 88 keras.
“Bagaimana ini, bos? “
“Sebaiknya kita melarikan diri saja”
“Bagaimana dengan kedua orang yang kita tangkap, bos?” Salah satu dari mereka bertanya lagi.
“Kalian bisanya bertanya saja. Sudah biarkan saja mereka. Kita selamatkan diri kita masing-masing”. Kemudian tim densus 88 anti teror mulai menembaki kemah dan satu anggota membantu Dominic dan Sarah melepaskan ikatan mereka berdua.
Para teroris yang hanya tersisa enam orang itupun kocar-kacir berhamburan karena ketakutan dan keluar melewati pintu belakang.
Selangkah-demi selangkah tim densus 88 mendekati kemah. Setelah Dominic dan Sarah terlepas dari ikatan, mereka mencoba merangsek masuk ke dalam barisan tim densus 88 agar terlindungi. Namun saat mereka berlari, Dominic melihat salah-satu dari komplotan penjahat itu mengarahkan senjatanya kepada Sarah. Dan,,,,,,,
“Bug………….”. Dominic terjatuh dan tertembak di bahu kirinya karena mencoba melindungi Sarah. Sarah terhenti langkahnya dan melihat Dominic yang sedang terkapar sambil memegangi bahunya yang penuh dengan darah. Sarah mencoba kembali untuk menolong Dominic, tapi Dominic menyuruh Sarah untuk terus berlari.
“Lari, Sarah. Lari. Jangan melihat ke belakang”. Sarah berlari menuruti perkataan Dominic sambil mengluarkan air mata haru. Penjahat yang menembaki Dominicpun mati ditembak oleh tim densus 88. Disaat yang bersamaan Sarah telah aman bersama tim densus.
Yang tersisa dari kumpulan teroris itu hanya ada satu orang saja. Yaitu Antonini bos dari teroris tersebut. Dia berlari bagaikan burung tak tahu arah. Saat dia mencoba melarikan diri, tak disangka dia telah terkepung . Karena disaat bersamaan Johni, warga, para polisi dan para militer berdatangan dari segala arah dan tak memberi ruang kepada Antonini untuk berlari. Dalam keputus-asaan dia menantang semua orang yang ada di sana.
“Hey,kalian semua. Aku tidak takut, hah. Aku Antonini sama sekali tidak takut pada kalian”. tak sempat dia meneruskan ocehannya
“Jebret……..”. Terdengar sangat keras suara Johni menghantam hidung Antonini dengan tangan kanannya. Bagai petir yang menyambar pohon. Diapun tersungkur. Setelah merasa puas, Johni menghubungi pak Erik
“Bos, aku telah membuktikan janjiku. Sarah telah ditemukan”.
Mendengar Sarah telah ditemukan hati pak Erik menjadi berubah. Suasana kelam yang menyelimuti hatinya berubah seperti hujan dikemarau yang panjang.
4. 05 pm. Johni menghampiri Sarah yang sedang duduk diam dengan selimut hangat yang diberikan oleh petugas medis.
“Mana ayah?”
“Sebentar lagi ayahmu tiba”
“Bagaimana keadaan Dominic?”
“Dominic. Siapa dominic?”. Tanya Johni bingung
“Dia yang menyelamatkan nyawaku”
“Baik, saya akan mencari dia. Tuan istirahat saja”.
Johni mencari Dominic. Tak lama dia menemukan Dominic yang sedang terkapar di atas tandu,lalu kemudian dia menghampirinya.
“Apa anda Dominic?”
“Ya. Saya Dominic”
“Suatu kehormatan bisa berbincang dengan anda, pak”.
“Panggil saya Dom, Dominic. Bagaimana keadaan gadis itu?”. Dominic bertanya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Sarah.
“Maksud anda Sarah? Dia sangat menghawatirkan anda, pak? Maksud saya, Dom”.
Tak lama pak Erik datang. Tampak dia sedang mencari-cari seseorang yaitu Sarah. Puteri yang sangat ia cintai.
“Ayah!”. Terdengar suara yang memanggil pak Erik. Sementara pak Erik bingung mencari sumber suara yang memanggilnya. “Ayah. Aku di sebelah sini”. Sarah memanggil lagi. Lalu pak Erik melihat Sarah, akhirnya keduanya saling menemukan dengan wajah yang berkaca-kaca. Sarah berlari sambil melepaskan selimut menuju ayahnya. Mereka berdua berpelukkan begitu dekap dan penuh kehangatan serta keharuan. Seolah mereka mereka baru bertemu setelah berpisah dalam waktu yang sangat lama.
Dari kejauhan Dominic dan Johni memperhatikan pertemuan mereka yang tampak begitu hangat. Mereka tampak tersenyum melihat pertemuan Sarah dan ayahnya.
Sarah bercerita tentang apa yang terjadi. Banyak yang ia ceritakan. Termasuk para penjahat dan Dominic yang telah menyelamatkan nyawanya. Ia sangat mengagung-agungkan Dominic di depan ayahnya.
Pak Erik menghampiri Dominic”
“Terimakasih, nak. Terimakasih telah menyelamatkan puteri saya. Ia banyak bercerita tentang anda, nak”.
“Bos dia seorang kapten berpangkat mayor dikesatuannya di tim khusus di Amerika”. Johni berbisik
“Wow. Maafkan saya, pak”.
“Tidak masalah. Saya sedang tidak bertugas. Kebetulan saya sedang berlibur di sini. Lagi pula pahlawannya bukan saya, tapi Sarah puteri bapak. Ia bertahan dengan baik di hutan yang keras ini. Bahkan ia juga sangat sekali daging ular yang dibakar”.
“Jangan dibahas lagi masalah itu”. Sarah menyahut. Lalu mereka berempat tertawa.
Tak lama ketua dari tim densus 88 menghampiri Dominic dan Sarah
“Dominic, Sarah, kalian baik-baik saja?”.
“Saya baik-baik saja”. Ujar Sarah. Sementara Dominic hanya menggerakan bibirnya.
“bagus. Tapi kalian jangan senang dulu. Karena kalian akan menjadi saksi dalam persidangan nanti. Kalian siap”.
“Siap, pak”. Dominic dan Sarah menyahut berbarengan
Kemudian pemimpin dari tim densus 88 itu mendekat kepada Dominic
“Sesama prajutit, saya mengucapkan terimakasih. Suatu kehormatan bisa berjuang dengan anda, pak”.
“Saya juga”. Dominic membalas sambil menahan sakit di bahunya.
“Untuk tanah air”
“Ya. Untuk tanah air”.
Dua bulan kemudian Desember 2010 pukul 7. 15 am. Suatu tempat di sebuah apartemen di Los Angeles.
Dominic mendapat satu pesan dari e-mailnya
“Dom, bagaimana kabarmu? Kapan kau kembali ke Indonesia?”. Sarah menunjukkan gambar-gambar presiden barrack Obama yang ia ambil saat berpidato di Bogor. Dominic tampak tersenyum dan bahagia melihat dan membaca e-mail yang dikirim Sarah.
Tak lama Dominic memanggil asistennya
“karl!”
“Iya, tuan”
“Tolong sediakan satu tiket pesawat untukku”
“Anda mau ke mana, tuan?”
“Jakarta”
Apa yang anda lakukan di sana, tuan?”
“Aku akan bertemu seseorang”
Di Jakarta. Sarah dan ayahnya sedang duduk berbincang.
“Yah?”
“Iya, nak?”
“Aku kangen sama Dominic. Apa Sarah bisa bertemu dia lagi, ayah?”
“Tentu saja bisa”
“Ayah pasti bohong”
Saat keduanya sedang asyik berbincang,
“Ting-nong…”. Terdengar suara bel pintu berbunyi
“Sarah tolong buka pintu. Lihat siapa yang datang”
“Iya, ayah”. Dengan malas Sarah berjalan menuju pintu yang jarak ruang keluarga dengan pintunya sangat jauh. Karena rumah mereka sangat besar semetara para pelayan rumah tangga sedang tidak ada semua.
Sampai ia di depan pintu. Saat ia buka pintu, sarah tidak menyangka ternyata orang berada di balik pintu adalah Dominic. Sarah berteriak histeris karena kegirangan lalu memeluk Dominic dengan erat, seolah tak mau dilepaskan. Sementara Dominic hanya tersenyum. Sarah mengajak Dominic untuk memasuki rumahnya sambil menggenngam tangan Dominic. Ia berteriak
“Ayah!”. Sarah memanggil ayahnya girang. “Lihat siapa yang aku bawa”. Lalu mereka bertiga bertemu. Ayah hanya mengangkat halisnya sebelah dan pura-pura tidak tahu pertemuan pada malam tersebut.
“Hey, bos”.sapa Dominic kepada pak Erik
“Hey, juga. Bagaimana perjalanannya?”
“Tidak ada masalah. Semua lancar”
Di sisi lain Sarah merasa bingung, sejak kapan Dominic memanggil bos kepada ayahku.
“Bos? Ada apa ini? Apa ada hal yang aku tidak tahu selama ini? Tanya Sarah bingung
“Nak, sekarang Dominic bekerja untuk ayah. Dan dia akan tinggal di sini”.
Mendengar hal tersebut sarah sangat gembira. Kembali ia memeluk Dominicy ang tinggi besar.
“Benar itu, Dom?”. Sarah bertanya cemas. Dominic menjawab hanya dengan menganggukan kepalanya dan tersenyum. Sarah menambah erat pelukannya kepada Dominic.
“Sekarang biarkan Dominic istirahat dahulu. Karena dia pasti capek setelah melakukan perjalanan jauh”. Tegas pak Erik kepada Sarah
“Baik, yah”.
Setelah dinyatakan bersalah karena terbukti hendak melakukan sabotase serta percobaan pembunuhan terhadap presiden Amerika terpilih Barrack Obama yang hendak berpidato di Istana Bogor. Antonini divonis hukuman mati. Dan sekarang dia menghabiskan sisa hidupnya di dalam sel yang gelap dan sempit serta menunggu untuk dieksekusi.TAMAT
SAMPAI JUMPA DISEASON 2

penculikan termanis

 Penculikan termanis

SAAT KAU MENCINTAI SESEORANG, APA YANG AKAN KAU LAKUKAN ?

OLEH : ANHARUDINI

Tiga tahun yang lalu, aku pernah menyatakan cinta kepada seseorang. Wanita tentunya. Dia bernama Juli dan dia cantik. Maksudku sangat cantik. Yang aku ingat dia selau menggunakan bandu berwarna putih. Pernah juga dia menggunakan kerudung berwarna merah muda dan dengan setelan baju yang sama. Dan sekali lagi aku katakan dia sangat cantik. Dan dia menolakku. Maksudku, dia tidak pernah menjawab pertanyaanku. Tak habis aku memikirkan dia. Maksudku, kenapa pada waktu itu dia tidak menjawab pertanyaanku ? tapi dia malah menerima hadiah dariku. Yaitu sebuah bros berwarna merah yang aku berikan tepat di hari ulang tahunnya yang padahal itu bukan hari ulang tahunya. Tapi tetap saja dia menerimanya. Sungguh itu membuatku bingung pada dirinya. Dan hari ini aku kembali hadir dikehidupadannya.

“……………tok, tok, tok”. Terdengar pintu yang diketuk oleh seseorang di luar.

“Julianty!”. Ibu berteriak.

“Iya, ibu”. Juli menjawab dengan malas.

“Coba lihat ke depan. Lihat siapa yang datang”.

“Baik, bu”. Iapun meningalkan pekerjaan dikamarnya dan berjalan menuju pintu.

“Krek…….”. Pintu dibuka oleh Juli. Kemudian ia melihat keluar dan tampak tidak ada siapa-siapa.

“Tidak ada orang, bu. Mungkin Cuma anak-anak yang iseng”. Juli kesal.

“……………tok, tok, tok”. Terdengar lagi suara pintu yang diketok.

“Cepat buka pintunya, juli!”. Ibu tampak marah pada.

“Siapa si ini orang? Iseng banget. Pagi-pagi sudah bikin masalah”. Juli menggerutu.

“Krek………..”. juli membuka lagi pintu yang sudah sempat ia kunci tadi. Tiba-tiba…

“Aaaa…………………..”. Juli berteriak sangat keras. Namun tak terdengar oleh ibunya. Dia dibekap oleh seorang pria dan dimasukan ke dalam sebuah mobil jenis van. Dan ia terjatuh pingsan karena efek obat yang dibekapkan padanya.

“Juli, Julianty”. Ibu berteriak. Lalu dia melihat ke kamar, ternyata Juli tidak ada. Kemudian di depan juga tidak ada. “Dasar anak nakal. Disuruh membukakan pintu, malah kabur keluar. Awas nanti kalau dia pulang”. Ibu tidak menyadari, bahwa anaknya Juli telah diculik. Dan justru malah kesal padanya.

Sementara Juli tertidur dalam sebuah mobil yang dibawa oleh seorang pria. Ibunya terus saja menggerutu soal masalah tadi. Diperjalanan Juli terbangun dari pinsannya. Awalnya ia bingung “Di mana aku dan aneh sekali perasaaan ini”. Juli berkata dalam hatinya. Pada akhirnya dia sadar, bahwa ia sedang dalam sebuah perjalanan dalam sebuah mobil dan menuju suatu tempat. Namun ia tak mengerti, kenapa dia ada dalam mobil dan mau di bawa kemana dia. Melihat gadis yang dibawanya telah bangun, sang sopir menyapa

“Mimpi indah tuan puteri?”

“Siapa kau? Dan, mau dibawa ke mana aku?”. Jawab Juli kaget dan bingung.

“Saya hanya pelayan. Tuan puterilah majikannya”

“Maksud anda?”. Juli menurunkan nada bicaranya.

“Seng…………”. Tak lama mobil yang ditumpangi Julipun berhenti dengan lembut. Seorang pria membuka pintu dari balik pintu belakang mobil itu. Krek, pintu terbuka………

“Selamat datang tuan puteri”. Sapa lelaki yang membukakan pintu ramah. Juli tersenyum. Namun dalam hatinya, ia bingung. Kenapa orang-orang di sini begitu ramah dan memanggilku dengan sebutan tuan puteri? Lalu Juli turun dari mobil. Saat ia menginjakkan kakinya di tanah, iapun merasakan nuansa dan perasaan yang begitu tenang. Sejenak ia menahan nafas, lalu kemudian mengeluarkannya dengan perasaan lega. Tanah yang ia injak adalah hamparan rumput halus yang di atasnya di taruh karpet merah yang mengarah ke sesuatu yang berada tepat di ujung sana. Sejauh mata ia memandang, hanya hamparan bunga yang penuh dengan warna. Semilir angin menyerbukan aroma yang sedap dan masuk ke dalam rongga. Sehingga membuat ia merasa tenang dan nyaman.

Ia berjalan bersama seorang pria yang terlihat seperti pelayan restoran mewah. Terlihat dari setelan yang pria itu kenakan. Yaitu kemeja putih, celana hitam dan dasi kupu-kupu yang lucu. Dan banyak sekali pria serta wanita dengan setelan yang sama pula. Setiap aku melewati mereka, mereka selalu tersenyum ramah padaku dan menyapa “Selamat pagi tuan puteri”. Hal itu membuatku merasa tenang sekaligus aneh.

Saat dia berjalan, ia memperhatikan sesuatu di ujung sana. Dia melihat tepat di ujung karpet merah itu, ada sebuah tenda kecil yang terlihat teduh dengan ditaruh satu meja dan dua kursi dan juga satu botol minuman jenis sampanye dan dua buah gelas. Seolah tempat itu telah disiapkan untuk ia dan seseorang.

Kemudian sampailah Juli di tenda yang ia lihat tadi. Ia disambut oleh satu pelayan. Lagi-lagi ia disapa dengan sapaan tuan puteri

“Selamat datang tuan puteri”. Sapa pelayan itu dengan lembut. Juli hanya menganggukan kepala.

“Silahkan duduk”. Julipun duduk dikursi yang telah dipersiapkan oleh pelayan itu.

“Minum, tuan puteri?”. Pelayan itu menawarka minuman pada Juli.

“Iya, boleh”. Ia menjawab dengan semangat.

“Pluk………”. Botol minuman itu dibuka lalu dituangkan ke dalam gelas yang telah disediakan tadi.

“Silahkan diminum tuan puteri”. Karena merasa aneh dengan minumannya, Juli terlebih dahulu menghirup aroma dari minuman tersebut. Lalu ….

“Apakah minuman ini bisa membuatku mabuk?”. Tanya Juli penasaran.

“Satu tegukkan tidak akan membuat tuan puteri mabuk”. Akhirnya ia meneguk minuman itu dan mencoba menikmati suasana yang tampak di hadapannya.

“Bos, semua sudah beres”. Terdengar pelayan tadi sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.

Tak lama munculah seorang pria dari arah yang berlawanan dengan Juli. Sambil bersiul pria itu berjalan kearah Juli dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Juli.

“Evan?”. Tanya juli kaget.

“Hei, Juli”. Evan pura-pura tidak tahu.

“Apa yang kau lakukan di sini? Aku pikir ini tempat pribadi”.

“Ini memang tempat pribadi”.

“Tapi, apa yang kau lakukan di sini? Maksudku, kenapa kau bisa masuk ke sini ? Juli semakin heran. Tak lama Evan menjentikkan jari tangannya dan memanggil pelayan seolah seperti kode. Juli hanya diam karena tak mengerti.

“Apa artinya itu?”

“Bukan apa-apa. Ini hanya kebiasaan kita di sini”

“Kita?”

“Ya. Maksudku aku dan mereka”. Para pelayan berdatangan dengan membawa makanan yang sepertinya terlihat mewah dan menggoda selera. Setelah semua hidangan ditaruh di atas meja, para pelayan mempersilahkan untuk disantap.

“Silahkan, bos dan tuan puteri. Selamat menikmati”.

“Terimakasih. Kalian boleh pergi”.

Sementara Juli tetap saja bingung dengan semua hal yang sedang dihadapinya.

“Apa ini? Kenapa mereka memanggilku tuan puteri dan memanggilmu, bos. Dan hidangan ini, maksudku semuanya. Aku tidak mengerti”.

“Sambil menunggu kau mengerti, lebih baik kita nikmati hidangan ini”. Evan tersenyum. Akhirnya mereka berdua menikmati dan menyantap hidangan tersebut. Evan terlihat sangat bersemangat. Sementara Juli makan secara perlahan. Bukan karena hidangannya, hanya saja banyak sekali pertanyaan yang mengganjal di keplanya. Sehingga membuat ia bingung.

Tak lama mereka telah menghabiskan hidangan yang ada. Evan meleguk air perasan jeruk lemon yang tampak segar dengan tiga bongkah es.

“Aaaaaaaah…..” Evan menguap karena kekenyangan.

“Apa kau merasa bosan di sini? Evan menggoda.

“Ya. Lumayan bosan”.

“Keberatan jika aku mengajakmu mengelilingi taman yang luas ini?”.

“Tidak sama sekali”. Lalu Evan meneguk satu tegukan terakhir di gelas.

“Ayo ikuti aku”. Seru Evan semangat. Juli mengikuti ke mana langkah Evan menuju. Sementara Juli mengikutinya dari belakang. Hingga sampailah mereka berdua disebuah pohon yang besar dan rindang. Pohon itu berada tepat di dekat tebing yang dangkal, membuat hembusan angin terasa begitu nyaman masuk ke rongga.

“Lihatlah hamparan bunga di bawah sana. Hirup angin yang berhembus ini”. Kemudian Evan mencoba memegang telapak tangan Juli, merekapun saling berhadapan. Juli diam saja, seolah terhipnotis. Angin berhembus, Juli memejamkan matanya menghirup udara yang begitu damai.

Tiga tahun lalu. Saat itu Evan dan Juli masih kuliah. Mereka kuliah di universitas, fakultas dan jurusan serta kelas yang sama. Evan duduk di anak tangga paling bawah tepat di sebelah ruangan kelas lain. Dia sedang membaca sesuatu yang ia genggam sejak dari rumah. Serius dia membaca sesuatu itu. Banyak sekali mahasiswa dan mahasiswi yang lalu lalang di hadapannya. Sesekali ada yang menyapanya. Namun ia tak peduli dan cuek saja dan tetap fokus terhadap apa yang dibacanya. Selain itu, dia sedang menunggu seseorang.

“Plek, plek, plek……….”. Terdengar langkah kaki yang memakai selop dan tampak tidak asing baginya. Kemudian dia memalingkan matanya yang sedang serius membaca kepada seseorang yang berjalan melewati dia. Dan gadis itu terus naik ke atas tangga. Dan ternyata gadis itu adalah Juli.

“Juli!”. Sapa Evan sambil mengejarnya dari belakang.

“Apa?”.

“Cepet banget si jalannya. Aku jadi engos-engosan ngejar kamu”.

“Terus?”. Juli menjawab dengan cuek.

“Jangan marah, dong”. Evan memohon.

“Ih………”.

“Senyum dong, Juli”. Evan menggoda.

“Apaan si”. Juli menjawab. Sambil berjalan Evan bertanya.

“Juli. Besok ada acara, nggak?”

“Memang besok ada apa?”. Sahut Juli.

“Besokkan hari sabtu. Terus malamnya, malam minggu. Gimana?”

“Gimana apanya?

“Bisa nggak jalan?”

“Tergantung waktunya”. Juli memberi pilihan seolah memberi harapan pada Evan.

“Kamu bisanya kapan”. Evan tampak bersemangat.

“Kalau sore aku nggak bisa”.

“Berarti malamnya bisa, dong”. Evan menanti jawaban Juli dengan cemas.

“Kayaknya malam juga nggak bisa, van”.

“Yah……….”. Evan lemas mendengarnya.

“Maaf ya, Van?”.

“Iya, Jul. Nggak apa-apa”. Evan menggerutu dalam hatinya “Sial si Juli. Setiap gua ajak jalan, pasti nggak mau. Alesan inilah, itulah. Haduh”. Kemudian mereka berdua masuk ke dalam kelas.

Hari yang lain di perpustakaan. Mereka berdua sedang sibuk mencari buku untuk tugas makalah mereka. Karena kebetulan mereka berdua ditugaskan dalam satu kelompok. Saat Evan mengambil satu buku, terlihat wajah Juli dari sela-sela rak buku yang terbuka. Mereka saling memandang.

“Hei…”. Evan menggoda. Sementara Juli tampak cuek dan terus mencari buku yang ia cari. Mereka telah mendapatkan buku mereka masing-masing. Juli mengambil banyak sekali buku. Sementara Evan hanya mengambil dua buah buku saja, karena sibuk mengoda Juli. Mereka duduk berdekatan di bangku panjang yang sama dan menaruh buku-bukunya di meja. Juli serius sekali membaca buku. Sementara Evan terus saja memandangi wajah Juli yang manis dan memakai bandu berwarna putih di kepalanya.

“Seriuslah, Van”. Juli geram dengan Evan yang terus saja memandanginya.

“Aku memang serius”.

“Serius apanya”. Juli sedkit mengarahkan pandangan matanya kepada Evan dan kembali fokus membaca buku.

“Hehe………..”. Evan tersenyum. Dia malah semakin mendekatkan tubuhnya pada Juli. Juli terus saja membaca buku sambil sesekali memperhatikan gerak-gerik Evan. Tak terduga oleh Juli, Evan meraih tangan Juli dengan tangan kirinya. Suasana yang tadinya penuh dengan kegaduhan yang terdengar dari luar perpusatakaan, tiba-tiba berubah menjadi sunyi seiring dengan suasana di dalam perpustakan yang sepi. Sementara tangan yang lainnya mencoba mengambil buku dari genggamannya. Akhirnya Evan meraih kedua tangan Juli dan mereka saling menggengam. Sontak Juli kaget. Dalam hatinya ia hanya bisa bicara “Apa yang akan dia lakukan padaku?”. Perlahan Evan meremas jari-jemari Juli dengan lembut.

“Juli?”. Evan mengawali percakapan dengan serius. Juli terpana dan hanya menjawab dengan raut wajah yang memerah. Tampak keringat yang keluar dari sela-sela rambut yang ia hiasi dengan bandu.

“Apa kau mau jadi pacarku?”.

Juli hanya diam. Selang dengan pertanyan Evan kepada Juli, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil Evan.

“Bos!”. Suara pelayan memanggil Evan. Mendengar pelayan itu, Keduanyapun membuka mata mereka dan melepaskan kedua tangannya yang saling menggenggam dan kembali pada situai terakhir mereka. Yaitu disebuah taman.

“Bos! Situasi sudah tidak aman”.

“Maksudmu?”

“Iya. Di luar polisi sudah mengepung kita”.

Tiba-tiba terdengar dari arah gerbang suara yang menggunakan pengeras suara.

“Saudara Evan. Sebaiknya anda menyerah. Kami tahu anda berada di dalam bersama seorang perempuan bernama Juli, gadis yang anda culik pagi tadi. Kami diberi tahu saksi. Bahwa anda beserta anak buah anda, membekap dan memasukan seorang gadis ke dalam mobil dan membawanya ke dalam sana”.

Sementara ibu Juli berteriak histeris di luar sana mengetahui anaknya ternyata diculik.

“Juli. Kau tidak apa-apa, nak”. Ibu berteriak.

“Aku tidak apa-apa, bu”. Juli berteriak dengan keras.

“Saudara Evan. Bagaimana? Apa anda ingin menyerahkan diri secara jantan, atau kami tangkap dengan paksa?”.

“Baik. Saya mengakui, saya memang menculik dia. Dan saya akan menyerahkan diri saya. Tapi beri saya waktu, ok ?”.

“Baik. Kami beri waktu lima menit”.

Juli hanya mengernyitkan dahinya karena tak mengerti. Dan dilima menit yang semakin menyempit, Evan kembali menanyakan hal yang sama kepada Juli tentang tiga tahun yang lalu.

“Sekitar tiga tahun lalu di perpustakaan, apa kau masih mengingatnya? Aku yakin kau masih mengingatnya.”.

Juli hanya menatap rumput yang ia injak sendiri dengan kakinya.

“Aku sayang padamu. Aku peduli semua tentang dirimu. Dan…..”. evan terbata-bata. “Dan aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Juli. Sadarkah kau akan hal itu?”

“Aku tahu. Lalu ?”. Akhirnya Juli membalas. Namun tatapan matanya memandang ke arah yang lain.

“ Aku menunggumu”. Evan kesal. “Semenjak kau pergi tanpa memberi kabar. Kau pindah rumah dan kampus, aku tidak tahu kau di mana. Aku mencintaimu dan aku menunggumu”. Evan mengulangi kata-kata itu.

Juli diam tak berkomentar apapun.

“Tatap mataku dan jawab pertanyaanku?”. Seru Evan dengan nada yang mengancam.

“Lima menit telah berakhir. Jika kau tidak menyerahkan diri, kami kan menangkap anda secara paksa”.

“Sial”. Evan kesal. “Apa tidak ada waktu tambahan?”

“Apa kau bercanda? Ini bukan pertandingan sepak bola”.

“Semuanya, masuk. Kita tangkap dia”. Akhirnya para polisi masuk ke dalam taman. Satu persatu pelayan di sana diringkus dan diborgol dan tidak ada satupun yang melawan. Hingga akhirnya Evanpun ditangkap dan diborgol.

Dengan posisi setengah berdiri Evan meminta izin kepada polisi yang mendampinginya.

“Pak. Sebelum saya dibawa ke kantor, boleh saya menyelesaikan urusan yang belum saya selesaikan di sini?”

“Silahkan nak, Evan. Ini memang urusan anak muda, saya tidak bisa ikut-ikutan. Apa perlu borgolnya saya buka?”.

“Tidak usah, pak. Terimakasih”.

“Juli……..!”. Evan berteriak memanggil Juli yang sedang berjalan dengan polisi lain. Juli terhenti langkahnya mendengar Evan berteriak memanggil namanya.

“Juli aku hanya ingin mendengar satu kata saja darimu. Ya atau tidak aku tidak peduli. Apa kau mencintaiku?”. Mendengar pertanyaan Evan, Juli terdiam sesaat. Lalu kemudian kembali melangkahkan kakinya. Namun Evan melihat dari wajah Juli senyum yang begitu manis dan renyah ditambah dengan hembusan angin yang membuat rambutnya terurai anggun. Dan bagi Evan itu sangat berarti dan memiliki makna sesuatu yang tak mesti diungkapkan dengan kata-kata.

“Aku tahu wajah itu, Juli. Aku tahu senyum itu”. Evan berteriak. Dan aku tahu kau memang mencintaiku. Kau hanya genggsi untuk mengakuinya.

Evan menangis, mengeluarkan air mata bahagia. Dia terbawa suasana dan tak bisa menahan perasaan bahagia yang menyelimuti dirinya.

“Kau lihat itu, pak?”. Evan bertanya kepada pak polisi.

“Ya. Aku melihatnya, nak”.

“Dia tersenyum padaku”.

“Ya. Dia tersenyum padamu. Selamat, nak. Sekarang kau ikut dengan kami ke kantor polisi, nak”.

“Dengan senang hati, pak”

Singkat cerita, Evan diadili dengan sebuah hukuman yang sangat unik dan menurutku itu sangat menguntungkan untuk Evan. Selain menjadi tahanan rumah, dalam hukuman tersebut dia harus membeli seikat mawar di toko yang sama setiap hari selama enam bulan. Dan diantarkannya kepada orang yang sama pula. Dan itu harus diantarkan tepat waktu. Yaitu pukul 07.00 setiap harinya. Dan jika terlambat satu menit saja, maka dia harus membeli 10 tangkai bunga lagi dan ditambah satu hari masa tahanan rumahnya. Tapi Evan justru sengaja membuat kesalahan dengan memperlambat dirinya ketika mengantarkan bunga tersebut agar hukumannya terus ditambah. Karena seseorang yang harus diberi bunga mawar setiap pagi tersebut adalah Juli.

Hingga pada akhirnya Evan melamar Juli dengan di dampingi oleh para polisi yang menangkap dirinya. Juli menerima lamaran Evan lalu mereka menikah. Setelah itu entah apa yang terjadi kepada mereka berdua. Semoga saja bahagia.

Lalu bagaimana dengan pelayan-pelayan Evan yang setia? Kemana mereka? Mereka pulang ke daerah asalnya masing-masing. Sebagian ada yang menjadi petani, peternak dan membajak sawah. Dan satu orang pelayan menulis kisah cinta Evan dan Juli. Akhirnya mereka hidup bahagia selama-lamanya.

 

 

 

 

 

 

TAMAT